Senin, 10 Juni 2013


INDAHNYA BERFILSAFAT
(RLEFEKSI KULIAH FILSAFAT ILMU Rabu, 5 Juni 2013)

oleh : BERTA NURWIDYASTUTI
NIM : 12709259029
PPs Pendidikan Matematika

A.    Filsafat Ilmu
Pertanyaan yang menarik ketika Bapak Prof. Marsigit memberikan materi kuliah Filsafat Ilmu pada hari itu. Pertanyaan yang berasal dari mahasiswa saat Bapak mempresentasikan di Universitas Panca Budi Medan pada hari Sabtu, 1 Juni 2013 “Kalau tidak ada filsafat, apa yang terjadi ?
Ada banyak hal yang bisa kita dapatkan ketika kita mempelajari filsafat, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Dengan berfilsafat kita lebih menjadi manusia, lebih mendidik dan membangun diri sendiri.
2.      Dengan filsafat kita diharapkan menjadi orang yang dapat berpikir sendiri.
3.      Memberikan dasar-dasar pengetahuan kita, memberikan pandangan yang sintesis pula sehingga seluruh pengetahuan kita merupakan kesatuan.
4.      Hidup kita dipimpin oleh pengetahuan kita. Sebab itu mengetahui kebenaran-kebenaran yang terdasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup kita sendiri.
5.      Khususnya bagi saya sebagai seorang pendidik, filsafat mempunyai kepentingan istimewa karena filsafat dapat memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya  mengenai manusia seperti misalnya : ilmu mendidik, sosiologi, ilmu jiwa dan sebagainya.
Filsafat ilmu memiliki pola dan model-model yang spesifik dalam menggali dan meneliti pengetahuan melalui sebab musabab pertama dari gejala ilmu pengetahuan. Di dalamnya mencakup paham tentang kepastian , kebenaran, dan obyektifitas. Cara kerjanya bertitik tolak pada gejala – gejala pengetahuan mengadakan reduksi ke arah intuisi para ilmuwan, sehingga kegiatan ilmu – ilmu itu dapat dimengerti sesuai dengan kekhasannya masing-masing. Disinilah akhirnya kita dapat mengerti fungsi dari filsafat ilmu.
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
·         Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
·         Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
·         Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
·         Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
·         Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
Jadi, Fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana. Manfaat lain mengkaji filsafat ilmu adalah
         Tidak terjebak dalam bahaya arogansi intelektual
         Kritis terhadap aktivitas ilmu/keilmuan
         Merefleksikan, menguji, mengkritik asumsi dan metode ilmu terus-menerus sehingga ilmuwan tetap bermain dalam koridor yang benar (metode dan struktur ilmu)
         Mempertanggungjawabkan metode keilmuan secara logis-rasional
         Memecahkan masalah keilmuan secara cerdas dan valid
         Berpikir sintetis-aplikatif (lintas ilmu-kontesktual)

B.     Postmoderisme
Postmoderisme menunjuk kepada suasana intelektual dan sederetan wujud kebudayaan yang meragukan ide-ide, prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dianut oleh modernisme. Postmodernitas menunjuk kepada era yang sedang muncul, era di mana kita hidup, zaman di mana postmodernisme mencetak masyarakat kita. Postmodernitas adalah era di mana ide-ide, sikap-sikap, dan nilai-nilai postmodern bertahta ketika postmodernisme membentuk kebudayaan. Inilah era masyarakat postmodern.
Kemudian muncul pertanyaan, bagaimanakah fenomena postmodern ? Apakah tanda-tanda ekspresi budaya dan dimensi hidup sehari-hari dari "generasi mendatang ini?" Apakah buktinya bahwa pola pikir baru sedang menyerbu kehidupan masyarakat sekarang ini?
         Fenomena Postmodern
Postmodernisme menunjuk kepada suasana intelektual dan ekspresi kebudayaan yang sedang mendominasi masyarakat kini. Sekonyong-konyong kita sedang berpindah kepada sebuah era budaya baru, postmodernisme, tetapi kita harus memperinci apa saja yang tercakup dalam fenomena postmodern.
         Kesadaran Postmodern
Bukti-bukti awal dari etos postmodernisme senantiasa negatif. Etos tersebut merupakan penolakan terhadap pola pikir pencerahan yang melahirkan modernisme. Kita dapat melacak etos postmodern di mana-mana dalam masyarakat kita. Yang terpenting, postmodernisme telah merasuk jiwa dan kesadaran generasi sekarang ini. Ini merupakan perceraian radikal dengan pola pikir masa lalu.
Kesadaran postmodern telah melenyapkan optimisme "kemajuan" (progress) dari Pencerahan. Postmodern tidak mau mengambil sikap optimisme dari masa lalu. Mereka menumbuhkan sikap pesimisme. Untuk pertama kalinya, anak-anak pada masa kini berbeda keyakinan dengan orang tuanya. Mereka tidak percaya bahwa dunia akan menjadi lebih baik. Dari lubang yang besar di lapisan Ozon sampai kepada kekerasan antar remaja, mereka menyaksikan permasalahan semakin besar. Mereka tidak lagi percaya kalau manusia dapat menyelesaikan masalahnya dan kehidupan mereka akan lebih baik daripada orangtua mereka.
Generasi postmodern yakin bahwa hidup di muka bumi bersifat rawan. Mereka melihat bahwa model "manusia menguasai alam" dari Francis Bacon harus segera digantikan dengan sikap kooperatif dengan alam. Masa depan umat manusia sedang di persimpangan jalan. Selain sikap pesimis, orang-orang postmodern mempunyai konsep kebenaran yang berbeda dengan generasi sebelumnya.
Pemahaman modern menghubungkan kebenaran dengan rasio sehingga rasio dan logika menjadi tolok ukur kebenaran. Kaum postmodern meragukan konsep kebenaran universal yang dibuktikan melalui usaha-usaha rasio. Mereka tidak mau menjadi rasio sebagai tolok ukur kebenaran. Postmodern mencari sesuatu yang lebih tinggi daripada rasio. Mereka menemukan cara-cara nonrasial untuk mencari pengetahuan, yaitu: melalui emosi dan intuisi.
Karena setiap orang selalu termasuk dalam konteks komunitas tertentu, maka memahami kebenaran haruslah bersama-sama. Keyakinan dan pemahaman kita akan kebenaran, berakar kepada komunitas dimana kita berada. Mereka menolak konsep Pencerahan yang universal, supra-kultur, dan permanen. Mereka lebih suka melihat kebenaran sebagai ekspresi dari komunitas tertentu. Mereka yakin bahwa kebenaran adalah aturan-aturan dasar yang bertujuan bagi kesejahteraan diri dan komunitas bersama- sama.
Dalam pengertian ini, kebenaran postmodern berhubungan dengan komunitas. Karena ada banyak komunitas, pasti ada kebenaran yang berbeda-beda. Banyak kaum postmodern percaya bahwa keanekaragaman kebenaran ini dapat hidup berdampingan bersama-sama. Kesadaran postmodern menganut sikap relativisme dan pluralisme. Tentu saja, relativisme dan pluralisme bukanlah barang baru. Tetapi jenis pluralisme dan relativisme dari postmodern ini berbeda. Relatif pluralisme dari modernisme bersifat individualistik: pilihan dan cita rasa pribadi diagung-agungkan. Mottonya adalah "setiap orang berhak mengeluarkan pendapat."
Sebaliknya postmodernisme menekankan kelompok. Kaum postmodern hidup dalam kelompok-kelompok sosial yang memadai, dengan bahasa, keyakinan, dan nilai-nilainya tersendiri. Akibatnya pluralisme dan relativisme postmodern menyempitkan lingkup kebenaran menjadi "lokal". Suatu kepercayaan dianggap benar hanya dalam konteks komunitas yang meyakininya.
Karena itu ketika kaum postmodern memikirkan tentang kebenaran. Mereka tidak terlalu mementingkan pemikiran yang sistematis atau logis. Apa yang dahulu dianggap tidak cocok, kaum postmodern dengan tenang mengawinkannya. Mereka mengkombinasikan sistem-sistem kepercayaan yang dulu dianggap saling berbenturan, Misalnya, seorang Kristen postmodern percaya kepada doktrin-doktrin gereja sekaligus juga percaya kepada ajaran non-Kristen seperti reinkarnasi.
Orang-orang postmodern tidak merasa perlu membuktikan diri mereka benar dan orang lain salah. Bagi mereka, masalah keyakinan/kepercayaan adalah masalah konteks sosial. Mereka menyimpulkan,"Apa yang benar untuk kami, mungkin saja salah bagi Anda," dan "Apa yang salah bagi kami, mungkin saja benar atau cocok dalam konteks anda."
C.    Infinite Regress

D.      Cabang Filsafat
Filsafat dalam coraknya yang baru ini mempunyai beberapa cabang, yaitu :
1.      Metafisika, adalah filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang bersifat transenden, di luar jangkauan pengalaman manusia.
2.      Logika, adalah filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah
3.      Etika, adalah filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk
4.      Estetika, adalah filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek
5.      Epistemologi, adalah filsafat tentang ilmu pengetahuan
6.      Filsafat-filsafat khusus lainnya, misal filsafat agama, filsafat manusia, filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat alam, filsafat pendidikan, dan sebagainya

E.       Perbedaan Dunia Barat dan Dunia Timur.
Tiga perbedaan antara Dunia Barat dan Dunia Timur yakni dalam pengetahuan, sikap terhadap alam dan pandangan terhadap individu. Tentunya, perbedaan-perbedaan ini sudah di simplifikasi. Dalam kenyataannya, kita tidak pernah menemukan orang Barat atau Timur secara persis seperti ini.
1.         Pengetahuan
Budaya Barat menekankan analisis pengetahuan yang kritis dengan mencari unsur sebab akibat dan membangun argumentasi-argumentasi. Hal ini dikarenakan kodrat manusia diletakkan pada akal budinya. Unsur rasionalitas amat ditekankan seperti terlihat pada konsep anima rationale (makhluk berakal budi) dari Aristoteles atau motto cogito ergo sung (aku berpikir, maka aku ada) dari Descartes. Puncak rasionalitas dalam sejarah filsafat Barat terletak pada Hegel dengan filsafatnya yang mengatakan bahwa yang nyata adalah rasional dan yang rasional adalah nyata. Maka orang Barat sibuk dengan usaha-usaha mengabstraksikan pengetahuan secara simbolis. Bahkan sekarang muncul begitu banyak pengetahuan-pengetahuan spesialis, yang membuat orang semakin terkotak dalam spesialisasinya sendiri.
Sebaliknya budaya Timur menekankan pengetahuan intuitif yang menyeluruh dan melibatkan unsur-unsur emosi. Bagi orang Timur yang nyata tidak harus selalu bisa dijelaskan secara rasional. Mereka mengakui bahwa ada hal-hal yang tidak dapat dijelaskan akal budi seperti misteri dan irasionalitas. Maka pusat kepribadian manusia tidak terletak pada inteleknya, melainkan pada hatinya. Orang tidak menggantungkan diri pada kata, karena tahu betapa terbatasnya kata-kata untuk mengungkapkan sesuatu. Dengan demikian, ternyata hidup bisa dihayati secara lebih utuh.
Di Timur ide-ide abstrak tidak sepenting ide-ide konkret, karena tujuan utama belajar bukan untuk mengisi otak dengan pengetahuan tapi untuk menjadi bijaksana. Oleh karena itu, orang Timur tidak tertarik melulu pada pengetahuan intelektual, karena dipercaya bahwa itu tidak mampu membuat hidup seseorang menjadi lebih baik. Itu sebabnya di Timur pengetahuan-pengetahuan spesialis tidak berkembang. Yang berkembang adalah pengetahuan mengenai bagaimana menjadi manusia, hikmat hidup dan keterlibatan dengan persoalan-persoalan hidup manusia secara konkret. Seorang misionaris Metodis yang terkenal E. Stanley Jones pernah berkata mengenai perbedaan Timur dan Barat. Di Timur orang bertanya-tanya Allah mana yang harus dipercaya, namun di Barat orang bertanya-tanya mengapa harus ada Allah. Untuk orang Barat agama harus sistematis rasional dan akibatnya apologetika berkembang, tapi di Timur orang beragama untuk menghayati hubungannya dengan Allah.

2.         Sikap Terhadap Alam
Budaya Timur lebih mendorong orang untuk menghayati diri sebagai bagian dari alam dalam kesatuannya dengan alam, sedangkan budaya Barat menghadapi alam sebagai objek yang bila dikuasai dan dimanfaatkan. Perbedaan sikap ini kentara pada dua contoh syair berikut yang mewakili kedua kebudayaan. Penyair pertama adalah Basho (1644-1694) seorang Jepang.
Ketika saya mengamati dengan hati hati,
saya melihat bunga nazuna sedang mekar dekat pagar!
Ketika menemui bunga nazuna di dekat pagar tua sepanjang jalan desa yang sunyi, Basho tidak menjamahnya, melainkan melihatnya dengan hati-hati. Rupanya bunga itu tampak begitu polos, tanpa kemegahan dan tanpa keinginan diperhatikan siapapun. Namun justru keadaan seperti itu sanggup memancing rasa kagumnya. Seakan-akan bunga itu menyimpan misteri kehidupan yang dalam. Penyair kedua adalah Alfred Tennyson (1809-1892).
                        Bunga di sela tembok tua,
kucabut kau dari sana,
kugenggam kau di sini, sebagian dan semuanya, dalam tanganku,
bunga yang kecil, andaikan aku dapat mengerti,
apa sebetulnya kau, sebagian dan semuanya,
aku akan tahu apa itu Tuhan dan manusia.
Berlainan dengan sikap Basho, Tennyson tidak membiarkan bunga itu hidup. Ia mencabut, memisahkan bunga itu dari tempat hidupnya. Ia tak peduli dengan nasib bunga itu, yang penting keinginannya terpuaskan. Betapa berbedanya kedua sikap ini!
Orang Timur lebih pendiam dan kontemplatif, sedangkan orang Barat aktif dan eksploratif. Semangat eksploratif ini baik, sepanjang terkendali dan tidak menjadi eksploitatif. Di Barat orang bergumul dengan persoalan tentang berapa banyak manusia harus memiliki, tetapi di Timur orang bergumul dengan masalah bagaimana seharusnya hidup dengan yang sedikit. Orang Timur lebih mencari kekayaan hidup ketimbang kekayaan materi. Maka di Barat manusia menjadi aktor yang aktif mengambil peranan membentuk sejarah. Konsep waktunya juga berjalan menurut garis lurus. Ia harus menentukan nasibnya sendiri dan percaya pada kemampuannya sendiri dalam memerangi penderitaan, penyakit dan kebodohan. Tapi di Timur manusia lebih menerima hidup apa adanya dan pasrah.

3.         Individu
Budaya Barat lebih menghargai hak-hak individu. Suasana bebas dijamin supaya orang bisa menikmati hak-haknya. Di Timur martabat manusia juga diakui, namun ikatan hubungan dengan orang lain dan kelompok lebih ditekankan. Kita tidak pernah dibiarkan benar-benar mengurus diri kita sendiri. Kalaupun orang tak terang-terangan mencampuri urusan kita, minimal kita bila menjadi bahan omongan orang lain. Di Barat orang tidak suka usil dengan urusan orang lain, sepanjang orang lain itu tidak mengganggu kebebasannya. Tapi di Timur sudah menikah pun orang tua masih turut campur, karena pernikahan di Timur lebih dari melibatkan dua orang yakni dua keluarga. Itu sebabnya pernikahan yang tidak direstui orang tua, bagi orang Timur tidak baik. Selain itu, orang tidak dapat dengan bebas mengungkapkan isi hatinya, karena banyak pembatasan kultural. Kreativitas belum tentu dihargai, terutama kalau itu lain dari yang biasanya. Maka orang Timur lebih mudah malu, pendiam, tidak mau menonjolkan diri dan pasrah. Namun yang lebih merugikan, banyak cendekiawan Timur berimigrasi ke Amerika, karena di sana mereka jauh lebih dihargai dan leluasa mengembangkan diri. Mahasiswa santai saja di depan dosen dan tidak perlu bersikap terlalu hormat. Dosen wajib melayani pertanyaan murid dengan sabar, karena murid berhak untuk bertanya.
Bisa dikatakan kegotongroyongan dalam lingkungan sosial yang karib membedakan sekali budaya Timur dari budaya Barat. Di dunia Barat tidak ada lingkungan karib. Manusia sejati adalah manusia yang bisa mencapai sesuatu bersandarkan kemampuannya sendiri. Ideal hidup seperti ini menjadi sumber sikap gigih manusia Barat terhadap hidup seperti yang terlihat dalam mengeksplorasi alam dan mengorbankan diri demi kemanusiaan. Namun tatkala masalah dan stres datang, mereka mudah merasa kesepian. Di Timur orang hidup dalam lingkaran karib, sehingga ia lebih tergantung pada "apa kata orang' dalam komunitas. Antropolog R Benedict membedakan antara guilt culture dan shame culture. Dalam masyarakat yang menganut guilt culture, perasaan menyesal muncul karena perbuatan salah itu sendiri. Sedangkan dalam masyarakat shame culture, perasaan bersalah baru muncul kalau sudah ketahuan orang banyak. Jadi, sekalipun jelas salah namun kalau belum malu, jalan terus.

F.       Kaum Sosialis
Di atas pundak kaum Sosialis, terletak tugas yang besar dan sukar melaksanakan sekaligus dua peperangan, yang samasekali berlainan, baik menurut watak dan tujuannya, maupun menurut susunan kekuatan-kekuatan sosial yang mampu ikut serta dengan tegas di dalam peperangan yang satu atau yang lain. Sosial-Demokrasi sudah dengan jelas mengajukan dan dengan tegas menyelesaikan tugas itu, berkat kenyataan, bahwa ia meletakkan pada dasar seluruh programnya Sosialisme ilmiah, yaitu Marxisme, berkat kenyataan, bahwa ia masuk sebagai salah satu barisan ke dalam balatentara kaum Sosial-demokrat dunia, yang telah menguji, memperkuat, menjelaskan dan mengembangkan lebih terperinci ketentuan-ketentuan Marxisme berdasarkan pengalaman serentetan panjang gerakan-gerakan demokratis dan Sosialis dari negeri-negeri Eropa yang sangat bermacam-macam.
Demokrasi harus terus menerus melancarkan perjuangan menentang segala penyelewengan dari pengajuan tugas-tugas revolusioner-demokratis dan Sosialis dari proletariat secara ini. Adalah mustahil untuk mengingkari hal, bahwa pada dasarnya revolusi yang sekarang ini berwatak demokratis, yaitu burjuis, adalah mustahil karenanya untuk mengajukan semboyan-semboyan seperti pembentukan komune-komune revolusioner. Adalah mustahil dan reaksioner untuk meremehkan tugas-tugas ikutsertanya  proletariat, apalagi ikutsertanya secara memimpin, di dalam revolusi-demokratis, dengan menghindari, misalnya, semboyan diktatur-revolusioner-demokratis dari proletariat dan kaum tani. Adalah mustahil untuk mencampuradukkan tugas-tugas dan syarat-syarat revolusi demokratis dan revolusi Sosialis, yang berbeda-beda, kami ulangi, baik menurut wataknya, maupun menurut susunan kekuatan-kekuatan sosial yang ikut serta di dalamnya.











“Kita tidak bisa mengubah masa lalu. Kita tak bisa mengubah sesuatu yang tak bisa dihindari. Satu hal yang bisa kita lakukan adalah berpegang pada tali yang kita punya. Dan itu adalah perilaku yang benar.” Charles R Swindoll, Penulis AS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar