INDAHNYA
BERFILSAFAT
(RLEFEKSI KULIAH FILSAFAT ILMU Rabu, 5 Juni 2013)
oleh : BERTA NURWIDYASTUTI
NIM : 12709259029
PPs
Pendidikan Matematika
A.
Filsafat Ilmu
Pertanyaan yang menarik ketika Bapak
Prof. Marsigit memberikan materi kuliah Filsafat Ilmu pada hari itu. Pertanyaan
yang berasal dari mahasiswa saat Bapak mempresentasikan di Universitas Panca
Budi Medan pada hari Sabtu, 1 Juni 2013 “Kalau tidak ada filsafat, apa yang
terjadi ?
Ada banyak hal yang bisa kita dapatkan ketika kita
mempelajari filsafat, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Dengan
berfilsafat kita lebih menjadi manusia, lebih mendidik dan membangun diri
sendiri.
2.
Dengan filsafat
kita diharapkan menjadi orang yang dapat berpikir sendiri.
3.
Memberikan
dasar-dasar pengetahuan kita, memberikan pandangan yang sintesis pula sehingga
seluruh pengetahuan kita merupakan kesatuan.
4.
Hidup kita
dipimpin oleh pengetahuan kita. Sebab itu mengetahui kebenaran-kebenaran yang
terdasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup kita sendiri.
5.
Khususnya
bagi saya sebagai seorang pendidik, filsafat mempunyai kepentingan istimewa
karena filsafat dapat memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya mengenai manusia seperti
misalnya : ilmu mendidik, sosiologi, ilmu jiwa dan sebagainya.
Filsafat ilmu memiliki pola dan model-model yang
spesifik dalam menggali dan meneliti pengetahuan melalui sebab musabab pertama
dari gejala ilmu pengetahuan. Di dalamnya mencakup paham tentang kepastian ,
kebenaran, dan obyektifitas. Cara kerjanya bertitik tolak pada gejala – gejala pengetahuan
mengadakan reduksi ke arah intuisi para ilmuwan, sehingga kegiatan ilmu – ilmu
itu dapat dimengerti sesuai dengan kekhasannya masing-masing. Disinilah
akhirnya kita dapat mengerti fungsi dari filsafat ilmu.
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang
dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa
dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
·
Sebagai alat
mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
·
Mempertahankan,
menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
·
Memberikan
pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
·
Memberikan
ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
·
Menjadi
sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu
sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
Jadi, Fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan
landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin
ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya
dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya
mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya
menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana. Manfaat
lain mengkaji filsafat ilmu adalah
•
Tidak
terjebak dalam bahaya arogansi intelektual
•
Kritis
terhadap aktivitas ilmu/keilmuan
•
Merefleksikan,
menguji, mengkritik asumsi dan metode ilmu terus-menerus sehingga ilmuwan tetap
bermain dalam koridor yang benar (metode dan struktur ilmu)
•
Mempertanggungjawabkan
metode keilmuan secara logis-rasional
•
Memecahkan
masalah keilmuan secara cerdas dan valid
•
Berpikir
sintetis-aplikatif (lintas ilmu-kontesktual)
B.
Postmoderisme
Postmoderisme menunjuk kepada suasana
intelektual dan sederetan wujud kebudayaan yang meragukan ide-ide,
prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dianut oleh modernisme. Postmodernitas
menunjuk kepada era yang sedang muncul, era di mana kita hidup, zaman di mana
postmodernisme mencetak masyarakat kita. Postmodernitas adalah era di mana
ide-ide, sikap-sikap, dan nilai-nilai postmodern bertahta ketika postmodernisme
membentuk kebudayaan. Inilah era masyarakat postmodern.
Kemudian muncul pertanyaan, bagaimanakah
fenomena postmodern ? Apakah tanda-tanda ekspresi budaya dan dimensi hidup
sehari-hari dari "generasi mendatang ini?" Apakah buktinya bahwa pola
pikir baru sedang menyerbu kehidupan masyarakat sekarang ini?
•
Fenomena Postmodern
Postmodernisme
menunjuk kepada suasana intelektual dan ekspresi kebudayaan yang sedang
mendominasi masyarakat kini. Sekonyong-konyong kita sedang berpindah kepada
sebuah era budaya baru, postmodernisme, tetapi kita harus memperinci apa saja
yang tercakup dalam fenomena postmodern.
•
Kesadaran Postmodern
Bukti-bukti awal
dari etos postmodernisme senantiasa negatif. Etos tersebut merupakan penolakan
terhadap pola pikir pencerahan yang melahirkan modernisme. Kita dapat melacak
etos postmodern di mana-mana dalam masyarakat kita. Yang terpenting,
postmodernisme telah merasuk jiwa dan kesadaran generasi sekarang ini. Ini
merupakan perceraian radikal dengan pola pikir masa lalu.
Kesadaran postmodern telah melenyapkan
optimisme "kemajuan" (progress) dari Pencerahan. Postmodern tidak mau
mengambil sikap optimisme dari masa lalu. Mereka menumbuhkan sikap pesimisme.
Untuk pertama kalinya, anak-anak pada masa kini berbeda keyakinan dengan orang
tuanya. Mereka tidak percaya bahwa dunia akan menjadi lebih baik. Dari lubang
yang besar di lapisan Ozon sampai kepada kekerasan antar remaja, mereka
menyaksikan permasalahan semakin besar. Mereka tidak lagi percaya kalau manusia
dapat menyelesaikan masalahnya dan kehidupan mereka akan lebih baik daripada
orangtua mereka.
Generasi postmodern yakin bahwa hidup
di muka bumi bersifat rawan. Mereka melihat bahwa model "manusia menguasai
alam" dari Francis Bacon harus segera digantikan dengan sikap kooperatif
dengan alam. Masa depan umat manusia sedang di persimpangan jalan. Selain sikap
pesimis, orang-orang postmodern mempunyai konsep kebenaran yang berbeda dengan
generasi sebelumnya.
Pemahaman modern menghubungkan
kebenaran dengan rasio sehingga rasio dan logika menjadi tolok ukur kebenaran.
Kaum postmodern meragukan konsep kebenaran universal yang dibuktikan melalui
usaha-usaha rasio. Mereka tidak mau menjadi rasio sebagai tolok ukur kebenaran.
Postmodern mencari sesuatu yang lebih tinggi daripada rasio. Mereka menemukan
cara-cara nonrasial untuk mencari pengetahuan, yaitu: melalui emosi dan
intuisi.
Karena setiap orang selalu termasuk
dalam konteks komunitas tertentu, maka memahami kebenaran haruslah
bersama-sama. Keyakinan dan pemahaman kita akan kebenaran, berakar kepada
komunitas dimana kita berada. Mereka menolak konsep Pencerahan yang universal,
supra-kultur, dan permanen. Mereka lebih suka melihat kebenaran sebagai
ekspresi dari komunitas tertentu. Mereka yakin bahwa kebenaran adalah
aturan-aturan dasar yang bertujuan bagi kesejahteraan diri dan komunitas
bersama- sama.
Dalam pengertian ini, kebenaran postmodern
berhubungan dengan komunitas. Karena ada banyak komunitas, pasti ada kebenaran
yang berbeda-beda. Banyak kaum postmodern percaya bahwa keanekaragaman
kebenaran ini dapat hidup berdampingan bersama-sama. Kesadaran postmodern
menganut sikap relativisme dan pluralisme. Tentu saja, relativisme dan
pluralisme bukanlah barang baru. Tetapi jenis pluralisme dan relativisme dari
postmodern ini berbeda. Relatif pluralisme dari modernisme bersifat
individualistik: pilihan dan cita rasa pribadi diagung-agungkan. Mottonya
adalah "setiap orang berhak mengeluarkan pendapat."
Sebaliknya postmodernisme menekankan
kelompok. Kaum postmodern hidup dalam kelompok-kelompok sosial yang memadai,
dengan bahasa, keyakinan, dan nilai-nilainya tersendiri. Akibatnya pluralisme
dan relativisme postmodern menyempitkan lingkup kebenaran menjadi
"lokal". Suatu kepercayaan dianggap benar hanya dalam konteks
komunitas yang meyakininya.
Karena itu ketika kaum postmodern
memikirkan tentang kebenaran. Mereka tidak terlalu mementingkan pemikiran yang
sistematis atau logis. Apa yang dahulu dianggap tidak cocok, kaum postmodern
dengan tenang mengawinkannya. Mereka mengkombinasikan sistem-sistem kepercayaan
yang dulu dianggap saling berbenturan, Misalnya, seorang Kristen postmodern
percaya kepada doktrin-doktrin gereja sekaligus juga percaya kepada ajaran
non-Kristen seperti reinkarnasi.
Orang-orang postmodern tidak merasa
perlu membuktikan diri mereka benar dan orang lain salah. Bagi mereka, masalah
keyakinan/kepercayaan adalah masalah konteks sosial. Mereka
menyimpulkan,"Apa yang benar untuk kami, mungkin saja salah bagi
Anda," dan "Apa yang salah bagi kami, mungkin saja benar atau cocok
dalam konteks anda."
C.
Infinite Regress
D.
Cabang Filsafat
Filsafat dalam coraknya yang baru ini
mempunyai beberapa cabang, yaitu :
1.
Metafisika,
adalah filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang bersifat
transenden, di luar jangkauan pengalaman manusia.
2.
Logika,
adalah filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah
3.
Etika, adalah
filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk
4.
Estetika,
adalah filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek
5.
Epistemologi,
adalah filsafat tentang ilmu pengetahuan
6.
Filsafat-filsafat
khusus lainnya, misal filsafat agama, filsafat manusia, filsafat hukum, filsafat
sejarah, filsafat alam, filsafat pendidikan, dan sebagainya
E.
Perbedaan Dunia Barat dan Dunia Timur.
Tiga perbedaan antara
Dunia Barat dan Dunia Timur yakni dalam pengetahuan, sikap terhadap alam dan
pandangan terhadap individu. Tentunya, perbedaan-perbedaan ini sudah di
simplifikasi. Dalam kenyataannya, kita tidak pernah menemukan orang Barat atau
Timur secara persis seperti ini.
1.
Pengetahuan
Budaya Barat
menekankan analisis pengetahuan yang kritis dengan mencari unsur sebab akibat
dan membangun argumentasi-argumentasi. Hal ini dikarenakan kodrat manusia
diletakkan pada akal budinya. Unsur rasionalitas amat ditekankan seperti
terlihat pada konsep anima rationale (makhluk berakal budi) dari Aristoteles
atau motto cogito ergo sung (aku berpikir, maka aku ada) dari Descartes. Puncak
rasionalitas dalam sejarah filsafat Barat terletak pada Hegel dengan
filsafatnya yang mengatakan bahwa yang nyata adalah rasional dan yang rasional
adalah nyata. Maka orang Barat sibuk dengan usaha-usaha mengabstraksikan
pengetahuan secara simbolis. Bahkan sekarang muncul begitu banyak
pengetahuan-pengetahuan spesialis, yang membuat orang semakin terkotak dalam
spesialisasinya sendiri.
Sebaliknya budaya
Timur menekankan pengetahuan intuitif yang menyeluruh dan melibatkan unsur-unsur
emosi. Bagi orang Timur yang nyata tidak harus selalu bisa dijelaskan secara
rasional. Mereka mengakui bahwa ada hal-hal yang tidak dapat dijelaskan akal
budi seperti misteri dan irasionalitas. Maka pusat kepribadian manusia tidak
terletak pada inteleknya, melainkan pada hatinya. Orang tidak menggantungkan
diri pada kata, karena tahu betapa terbatasnya kata-kata untuk mengungkapkan
sesuatu. Dengan demikian, ternyata hidup bisa dihayati secara lebih utuh.
Di Timur ide-ide
abstrak tidak sepenting ide-ide konkret, karena tujuan utama belajar bukan
untuk mengisi otak dengan pengetahuan tapi untuk menjadi bijaksana. Oleh karena
itu, orang Timur tidak tertarik melulu pada pengetahuan intelektual, karena
dipercaya bahwa itu tidak mampu membuat hidup seseorang menjadi lebih baik. Itu
sebabnya di Timur pengetahuan-pengetahuan spesialis tidak berkembang. Yang
berkembang adalah pengetahuan mengenai bagaimana menjadi manusia, hikmat hidup
dan keterlibatan dengan persoalan-persoalan hidup manusia secara konkret. Seorang
misionaris Metodis yang terkenal E. Stanley Jones pernah berkata mengenai
perbedaan Timur dan Barat. Di Timur orang bertanya-tanya Allah mana yang harus
dipercaya, namun di Barat orang bertanya-tanya mengapa harus ada Allah. Untuk
orang Barat agama harus sistematis rasional dan akibatnya apologetika
berkembang, tapi di Timur orang beragama untuk menghayati hubungannya dengan
Allah.
2.
Sikap Terhadap Alam
Budaya Timur lebih
mendorong orang untuk menghayati diri sebagai bagian dari alam dalam
kesatuannya dengan alam, sedangkan budaya Barat menghadapi alam sebagai objek
yang bila dikuasai dan dimanfaatkan. Perbedaan sikap ini kentara pada dua
contoh syair berikut yang mewakili kedua kebudayaan. Penyair pertama adalah
Basho (1644-1694) seorang Jepang.
Ketika saya
mengamati dengan hati hati,
saya melihat bunga
nazuna sedang mekar dekat pagar!
Ketika menemui bunga nazuna di dekat
pagar tua sepanjang jalan desa yang sunyi, Basho tidak menjamahnya, melainkan
melihatnya dengan hati-hati. Rupanya bunga itu tampak begitu polos, tanpa
kemegahan dan tanpa keinginan diperhatikan siapapun. Namun justru keadaan
seperti itu sanggup memancing rasa kagumnya. Seakan-akan bunga itu menyimpan
misteri kehidupan yang dalam. Penyair kedua adalah Alfred Tennyson (1809-1892).
Bunga
di sela tembok tua,
kucabut kau dari
sana,
kugenggam kau di
sini, sebagian dan semuanya, dalam tanganku,
bunga yang kecil,
andaikan aku dapat mengerti,
apa sebetulnya kau,
sebagian dan semuanya,
aku akan tahu apa
itu Tuhan dan manusia.
Berlainan dengan
sikap Basho, Tennyson tidak membiarkan bunga itu hidup. Ia mencabut, memisahkan
bunga itu dari tempat hidupnya. Ia tak peduli dengan nasib bunga itu, yang
penting keinginannya terpuaskan. Betapa berbedanya kedua sikap ini!
Orang Timur lebih
pendiam dan kontemplatif, sedangkan orang Barat aktif dan eksploratif. Semangat
eksploratif ini baik, sepanjang terkendali dan tidak menjadi eksploitatif. Di
Barat orang bergumul dengan persoalan tentang berapa banyak manusia harus
memiliki, tetapi di Timur orang bergumul dengan masalah bagaimana seharusnya
hidup dengan yang sedikit. Orang Timur lebih mencari kekayaan hidup ketimbang
kekayaan materi. Maka di Barat manusia menjadi aktor yang aktif mengambil
peranan membentuk sejarah. Konsep waktunya juga berjalan menurut garis lurus.
Ia harus menentukan nasibnya sendiri dan percaya pada kemampuannya sendiri
dalam memerangi penderitaan, penyakit dan kebodohan. Tapi di Timur manusia
lebih menerima hidup apa adanya dan pasrah.
3.
Individu
Budaya Barat lebih
menghargai hak-hak individu. Suasana bebas dijamin supaya orang bisa menikmati
hak-haknya. Di Timur martabat manusia juga diakui, namun ikatan hubungan dengan
orang lain dan kelompok lebih ditekankan. Kita tidak pernah dibiarkan
benar-benar mengurus diri kita sendiri. Kalaupun orang tak terang-terangan
mencampuri urusan kita, minimal kita bila menjadi bahan omongan orang lain. Di
Barat orang tidak suka usil dengan urusan orang lain, sepanjang orang lain itu
tidak mengganggu kebebasannya. Tapi di Timur sudah menikah pun orang tua masih
turut campur, karena pernikahan di Timur lebih dari melibatkan dua orang yakni
dua keluarga. Itu sebabnya pernikahan yang tidak direstui orang tua, bagi orang
Timur tidak baik. Selain itu, orang tidak dapat dengan bebas mengungkapkan isi
hatinya, karena banyak pembatasan kultural. Kreativitas belum tentu dihargai,
terutama kalau itu lain dari yang biasanya. Maka orang Timur lebih mudah malu,
pendiam, tidak mau menonjolkan diri dan pasrah. Namun yang lebih merugikan,
banyak cendekiawan Timur berimigrasi ke Amerika, karena di sana mereka jauh
lebih dihargai dan leluasa mengembangkan diri. Mahasiswa santai saja di depan
dosen dan tidak perlu bersikap terlalu hormat. Dosen wajib melayani pertanyaan
murid dengan sabar, karena murid berhak untuk bertanya.
Bisa dikatakan
kegotongroyongan dalam lingkungan sosial yang karib membedakan sekali budaya
Timur dari budaya Barat. Di dunia Barat tidak ada lingkungan karib. Manusia
sejati adalah manusia yang bisa mencapai sesuatu bersandarkan kemampuannya
sendiri. Ideal hidup seperti ini menjadi sumber sikap gigih manusia Barat
terhadap hidup seperti yang terlihat dalam mengeksplorasi alam dan mengorbankan
diri demi kemanusiaan. Namun tatkala masalah dan stres datang, mereka mudah
merasa kesepian. Di Timur orang hidup dalam lingkaran karib, sehingga ia lebih
tergantung pada "apa kata orang' dalam komunitas. Antropolog R Benedict
membedakan antara guilt culture dan shame culture. Dalam masyarakat yang
menganut guilt culture, perasaan
menyesal muncul karena perbuatan salah itu sendiri. Sedangkan dalam masyarakat shame culture, perasaan bersalah baru
muncul kalau sudah ketahuan orang banyak. Jadi, sekalipun jelas salah namun
kalau belum malu, jalan terus.
F.
Kaum Sosialis
Di atas pundak kaum
Sosialis, terletak tugas yang besar dan sukar melaksanakan sekaligus dua
peperangan, yang samasekali berlainan, baik menurut watak dan tujuannya, maupun
menurut susunan kekuatan-kekuatan sosial yang mampu ikut serta dengan tegas di
dalam peperangan yang satu atau yang lain. Sosial-Demokrasi sudah dengan jelas
mengajukan dan dengan tegas menyelesaikan tugas itu, berkat kenyataan, bahwa ia
meletakkan pada dasar seluruh programnya Sosialisme ilmiah, yaitu Marxisme,
berkat kenyataan, bahwa ia masuk sebagai salah satu barisan ke dalam
balatentara kaum Sosial-demokrat dunia, yang telah menguji, memperkuat,
menjelaskan dan mengembangkan lebih terperinci ketentuan-ketentuan Marxisme
berdasarkan pengalaman serentetan panjang gerakan-gerakan demokratis dan
Sosialis dari negeri-negeri Eropa yang sangat bermacam-macam.
Demokrasi harus
terus menerus melancarkan perjuangan menentang segala penyelewengan dari
pengajuan tugas-tugas revolusioner-demokratis dan Sosialis dari proletariat
secara ini. Adalah mustahil untuk mengingkari hal, bahwa pada dasarnya revolusi
yang sekarang ini berwatak demokratis, yaitu burjuis, adalah mustahil karenanya
untuk mengajukan semboyan-semboyan seperti pembentukan komune-komune
revolusioner. Adalah mustahil dan reaksioner untuk meremehkan tugas-tugas
ikutsertanya proletariat, apalagi
ikutsertanya secara memimpin, di dalam revolusi-demokratis, dengan menghindari,
misalnya, semboyan diktatur-revolusioner-demokratis dari proletariat dan kaum
tani. Adalah mustahil untuk mencampuradukkan tugas-tugas dan syarat-syarat
revolusi demokratis dan revolusi Sosialis, yang berbeda-beda, kami ulangi, baik
menurut wataknya, maupun menurut susunan kekuatan-kekuatan sosial yang ikut
serta di dalamnya.
“Kita
tidak bisa mengubah masa lalu. Kita tak bisa mengubah sesuatu yang tak bisa
dihindari. Satu hal yang bisa kita lakukan adalah berpegang pada tali yang kita
punya. Dan itu adalah perilaku yang benar.” Charles R Swindoll, Penulis AS